Dalam kitab Safinah an-Najah, karya Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami, Bab Thaharah (bersuci) merupakan bab yang sangat penting karena menjadi dasar dalam pelaksanaan ibadah seperti salat. Berikut adalah ringkasan keterangan Bab Thaharah dalam kitab Safinah an-Najah:
BAB THAHARAH (BERSUCI)
Pengertian Thaharah
Thaharah secara bahasa berarti bersih atau suci, dan secara istilah adalah:
“Mengangkat hadats dan menghilangkan najis.”
Thaharah merupakan syarat sah dari beberapa ibadah, khususnya shalat.
Macam-Macam Thaharah
1. Wudhu
- Rukun Wudhu ada 6:
- Niat
- Membasuh wajah
- Membasuh kedua tangan hingga siku
- Mengusap sebagian kepala
- Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
- Tertib (berurutan)
- Syarat sah wudhu: Islam, tamyiz, air suci lagi menyucikan, dll.
2. Mandi Besar
- Wajib dilakukan untuk mengangkat hadats besar, seperti setelah haid, nifas, junub.
- Rukun mandi:
- Niat
- Menghilangkan najis
- Meratakan air ke seluruh tubuh
3. Tayammum
- Pengganti wudhu atau mandi saat tidak ada air atau tidak bisa menggunakannya.
- Rukun tayammum:
- Niat
- Memindahkan debu ke wajah
- Memindahkan debu ke kedua tangan sampai siku
🧭 PEMBAGIAN AIR DALAM FIKIH (Menurut Mazhab Syafi’i)
📌 Secara umum air dibagi menjadi 4 macam:
1. Air Thahur (طَهُورٌ)
✅ Suci dan dapat menyucikan.
Ini adalah air yang suci zatnya dan bisa digunakan untuk bersuci, seperti wudhu dan mandi wajib.
Contoh:
- Air hujan ☔
- Air laut 🌊
- Air sungai
- Air sumur
- Air mata air
- Air salju ❄
- Air embun ❄
Catatan:
Air ini tidak berubah sifat aslinya (warna, rasa, bau) karena benda lain, kecuali perubahan karena benda yang masih dalam jenisnya (مثل الماء), maka tetap dihukumi thahur.
2. Air Thahir (طَاهِرٌ) – Ghairu Muthahhir
✅ Suci, ❌ tapi tidak bisa menyucikan.
Ini adalah air yang suci zatnya, tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena:
- Sudah digunakan untuk mengangkat hadas (air musta’mal).
- Telah berubah sifatnya (warna, bau, rasa) karena tercampur benda suci lain yang dominan (seperti teh, kopi, sirup).
Contoh:
- Air teh 🍵
- Air mawar 🌹
- Air bekas wudhu (air musta’mal)
3. Air Musta’mal (مُسْتَعْمَلٌ)
✅ Suci, ❌ tapi tidak menyucikan.
Yaitu air suci, tapi sudah digunakan untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis dan telah lepas dari anggota tubuh.
Contoh:
- Air yang dipakai untuk wudhu lalu menetes dari wajah atau tangan.
- Air yang dipakai untuk mandi janabah.
Catatan:
Kalau air itu jatuh ke wadah dan jumlahnya kurang dari dua qullah, maka tidak bisa digunakan untuk wudhu lagi.
4. Air Najis (نَجِسٌ)
❌ Tidak suci dan tidak bisa menyucikan.
Yaitu air yang terkena najis dan:
- Kurang dari dua qullah, dan berubah salah satu sifatnya (warna, bau, atau rasa), atau
- Dua qullah atau lebih, tapi tetap berubah sifatnya karena najis.
Ukuran Dua Qullah (قُلَّتَانِ):
± 270 liter (dalam standar umum madzhab Syafi’i)
Contoh:
- Air 100 liter yang terkena darah, berubah warna → najis
- Air 500 liter, terkena bangkai tikus → jika berubah sifatnya, tetap najis
| Jenis Air | Suci Zatnya | Bisa Digunakan untuk Thaharah? | Contoh |
|---|---|---|---|
| Thahur | ✅ | ✅ | Air hujan, air laut |
| Thahir (ghairu muthahhir) | ✅ | ❌ | Air teh, air mawar |
| Musta’mal | ✅ | ❌ | Air bekas wudhu |
| Najis | ❌ | ❌ | Air berubah karena najis |
🔍 Contoh Kasus Fikih
Berikut beberapa contoh kasus untuk memperjelas penerapan dalil-dalil di atas:
| Kasus | Pertanyaan | Kesimpulan menurut Mazhab Syafi’i / umum |
|---|---|---|
| Air laut vs bangkai di dalam laut | Jika di laut terdapat bangkai hewan, apakah seluruh air laut menjadi najis? | Tidak. Karena air laut dianggap thahur; bangkai boleh hukumnya halal, air tetap mensucikan. |
| Air sedikit terkena najis | Misalnya seseorang menumpahkan air di dalam gayung kecil, lalu terkena najis sedikit—warna/bau/rasa tidak berubah—apakah air jadi najis? | Tidak jadi najis, selama tidak berubah salah satu sifatnya (warna, bau, rasa). Karena dalil menyebutkan najis timbul hanya bila ada perubahan. |
| Air kurang dari dua qullah vs lebih dari dua qullah | Jika air dalam bak besar tapi volumenya kurang dari dua qullah terkena najis — apakah najisnya sangat mempengaruhi? | Jika kurang dari dua qullah dan terkena najis yang merubah warnanya, rasanya, atau baunya, maka ia menjadi najis. Tapi jika sudah dua qullah maka air itu dianggap tidak najis — meskipun terkena najis, selama perubahan sifatnya tidak dominan; atau dengan kata lain hadits “apabila air telah mencapai dua qullah maka ia tidak membawa keburukan” dipakai sebagai hujjah. |
| Air musta’mal untuk wudhu ulang | Seseorang menggunakan air, lalu air itu jatuh dari tangan setelah wudhu, kemudian ingin digunakan kembali untuk membersihkan anggota wudhu lain — sah atau tidak? | Mazhab Syafi’i mengatakan air musta’mal adalah suci tetapi tidak mensucikan. Artinya, air itu tidak boleh digunakan untuk mengangkat hadas atau menyucikan bagian tubuh yang belum dibasuh, kecuali jika memenuhi syarat tertentu seperti berubah menjadi dua qullah tanpa perubahan sifat. |
